Di tengah meningkatnya fenomena perubahan iklim
global, suhu lingkungan yang ekstrem menjadi lebih sering dan lebih intens.
Peningkatan suhu ini tidak hanya mengganggu kenyamanan kehidupan sehari-hari,
tetapi juga mempengaruhi infrastruktur vital seperti sistem jaringan listrik.
Suhu yang tinggi, khususnya, berpotensi besar untuk mempengaruhi efisiensi
operasional dan integritas jaringan tegangan menengah melalui fenomena yang
dikenal sebagai peningkatan resistansi dalam kabel listrik.
Dasar Ilmiah: Resistivitas dan
Suhu
Resistansi elektrik dalam konduktor, seperti kabel
yang digunakan dalam jaringan listrik, sangat tergantung pada suhu material
konduktor tersebut. Secara umum, resistansi konduktor dapat didefinisikan
melalui hubungan:
R=ρ(1+α(T−T0))
di mana:
- R
adalah resistansi pada suhu T (dalam °C),
- ρ
adalah resistansi pada suhu referensi T0 (biasanya diambil
pada 20°C),
- α adalah
koefisien suhu material, yang menunjukkan seberapa besar perubahan
resistansi per derajat perubahan suhu,
- T
adalah suhu operasi, dan
- T0 adalah suhu referensi.
Koefisien suhu (α) merupakan nilai yang
menggambarkan bagaimana resistansi material berubah relatif terhadap suhu.
Untuk mayoritas material konduktor yang digunakan dalam kabel, α positif, yang
berarti resistansi akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu.
Implikasi Peningkatan Suhu pada
Jaringan Listrik
Dalam konteks jaringan tegangan menengah, konduktor
yang mengalami peningkatan suhu akan mengalami kenaikan resistansi. Akibatnya,
untuk arus listrik yang tetap, diperlukan lebih banyak energi (atau tegangan
lebih tinggi) untuk mengatasi resistansi ini, sesuai dengan Hukum Ohm:
V=I⋅R
Peningkatan tegangan ini tidak selalu mungkin dalam
sistem distribusi listrik yang umumnya dioperasikan pada tegangan konstan.
Sehingga, peningkatan resistansi menyebabkan peningkatan kerugian daya, yang
dihitung dengan:
P=I2⋅R
Dengan kata lain, kerugian daya dalam sistem akan
meningkat sebagai fungsi kuadrat dari arus, jika resistansi konduktor meningkat
karena suhu yang lebih tinggi.
Studi Kasus: Pengaruh Musim Panas
pada Jaringan Listrik
Ambil contoh jaringan listrik di wilayah Halmahera Barat (Jailolo) yang
mengalami gelombang panas dengan suhu udara rata-rata mencapai 38°C. Kabel yang
biasanya beroperasi pada suhu normal 20°C, kini harus beroperasi pada suhu yang
jauh lebih tinggi. Jika kita asumsikan bahwa koefisien suhu (α\alphaα) untuk
tembaga adalah 0.00393 per °C, maka peningkatan suhu sebesar 18°C (dari 20°C
menjadi 38°C) dapat meningkatkan resistansi kabel sekitar 7.07%.
Simpulan
Kenaikan suhu lingkungan, yang tidak jarang terjadi
dalam skenario perubahan iklim saat ini, memperlihatkan dampak signifikan
terhadap efisiensi dan keandalan jaringan listrik. Peningkatan resistansi ini,
walaupun terdengar sederhana, memiliki implikasi kompleks yang melibatkan
peningkatan konsumsi energi dan potensi kegagalan sistem yang lebih tinggi.
Pada artikel kedua seri ini yang berjudul "Dampak Suhu Terhadap Resistansi dan Kerugian Energi di Jaringan
Listrik," kita akan menggali lebih dalam mengenai perhitungan spesifik dan
solusi teknologi yang bisa diterapkan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi
oleh sistem jaringan listrik akibat peningkatan suhu ini. Di seri kedua, kita
akan memahami bagaimana prinsip-prinsip teknis ini diterapkan dalam praktik
serta inovasi apa saja yang bisa membantu meminimalisir kerugian energi.