Dalam sistem elektronika, hampir seluruh perangkat elektronik mulai dari smartphone, perangkat audio digital, kamera, hingga sistem embedded bekerja dengan memanfaatkan kombinasi domain analog dan digital secara simultan. Sinyal-sinyal dari dunia nyata seperti suara, cahaya, suhu, tekanan, getaran, dan tegangan pada dasarnya berbentuk sinyal analog yang bersifat kontinu terhadap waktu maupun amplitudo. Di sisi lain, unit pemroses pusat (CPU), mikrokontroler, digital signal processor (DSP), maupun sistem berbasis FPGA hanya mampu mengolah informasi dalam bentuk sinyal digital yang terdiscretisasi ke dalam level-level biner.
Di titik inilah peran Analog to Digital Converter (ADC) dan Digital to Analog Converter (DAC) menjadi sangat krusial sebagai antarmuka (interface) antara blok analog dan blok digital dalam suatu arsitektur sistem elektronika. Tanpa keberadaan kedua blok konverter ini, rantai pengolahan sinyal yang mulai dari sensor hingga aktuator tentunya tidak akan terintegrasi dan berfungsi. Sehingga konsep sistem kendali digital, instrumentasi cerdas, maupun komunikasi digital berbasis pemrosesan sinyal tidak dapat diimplementasikan secara optimal. Oleh karena itu, pemahaman yang baik mengenai prinsip kerja, karakteristik, serta parameter performansi ADC dan DAC merupakan fondasi penting dalam perancangan dan analisis sistem elektronika dan sistem kendali masa kini. Mari kita bahas!
Analog dan Digital dalam Sistem Elektronika
Secara fisika, hampir semua besaran yang ada di dunia nyata seperti suara, cahaya, suhu, tekanan, percepatan, hingga tegangan dan arus pada suatu rangkaian berperilaku sebagai sinyal analog, yaitu sinyal yang kontinu terhadap waktu dan amplitudo. Ketika besaran-besaran ini ditangkap oleh sensor, transduser akan mengubahnya menjadi sinyal listrik analog dalam bentuk tegangan atau arus yang masih bersifat kontinu.
Di sisi lain, “otak” dari sistem elektronika modern, seperti mikrokontroler, mikroprosesor, CPU, maupun DSP (Digital Signal Processor), bekerja di bagian digital, sehingga hanya mampu memproses informasi dalam bentuk data diskrit yang direpresentasikan sebagai kombinasi logika biner 0 dan 1. Secara fisis, logika biner ini diwujudkan dalam level tegangan tertentu (misalnya logika rendah mendekati 0 V dan logika tinggi sekitar 3,3 V atau 5 V), yang kemudian diproses melalui rangkaian gerbang logika, register, memori, dan unit aritmetika digital.
Perbedaan mendasar antara sinyal analog yang kontinu dan sinyal digital yang terdiskretisasi inilah yang menimbulkan kebutuhan akan blok antarmuka yang mampu melakukan konversi dua arah. Analog to Digital Converter (ADC) berfungsi mengubah sinyal analog hasil pengukuran menjadi data digital sehingga dapat diolah secara numerik oleh sistem digital, sedangkan Digital to Analog Converter (DAC) melakukan proses kebalikannya, yaitu mengubah data digital hasil komputasi menjadi sinyal analog kembali yang dapat digunakan untuk menggerakkan aktuator, driver audio, maupun rangkaian analog lainnya. Dengan demikian, ADC dan DAC bertindak sebagai jembatan utama antara domain analog dan digital dalam rantai pengolahan sinyal pada sistem elektronika modern.
Analog to Digital Converter (ADC)
Analog to Digital Converter (ADC) merupakan blok rangkaian elektronika yang berfungsi untuk mengubah sinyal analog kontinu menjadi data digital diskrit sehingga dapat diproses oleh sistem digital seperti mikrokontroler, mikroprosesor, maupun DSP (Digital Signal Processor). Pada prinsipnya, ADC melakukan proses pengukuran amplitudo sinyal analog pada saat-saat tertentu (sampling), kemudian mengkonversi nilai amplitudo tersebut ke dalam kode biner dengan resolusi tertentu. Dengan demikian, ADC berperan sebagai front-end akuisisi data yang menghubungkan dunia fisik (sensor dan transduser) dengan domain pemrosesan digital.
Secara umum, proses kerja ADC dapat dijelaskan dalam tiga tahapan utama, yaitu sampling, quantization, dan encoding. Pada tahap sampling, sinyal analog yang kontinu terhadap waktu diambil nilainya secara berkala pada selang waktu tertentu yang ditentukan oleh sampling rate (frekuensi sampling). Semakin tinggi frekuensi sampling, semakin rapat interval pengambilan sampel, sehingga bentuk sinyal digital yang direkonstruksi akan semakin mendekati sinyal analog aslinya, selama memenuhi kriteria teorema Nyquist.
Tahap berikutnya adalah quantization, yaitu proses “membulatkan” nilai amplitudo sinyal analog hasil sampling ke dalam level-level diskrit yang tersedia sesuai dengan resolusi ADC. Resolusi ini dinyatakan dalam jumlah bit (misalnya 8-bit, 10-bit, 12-bit, 16-bit), yang menentukan jumlah tingkat kuantisasi sebesar 2^𝑁 level untuk ADC N-bit. Semakin besar resolusi, semakin kecil langkah kuantisasi (quantization step), sehingga representasi digital terhadap sinyal analog menjadi lebih halus dan detail. Setelah dikuantisasi, pada tahap encoding, setiap level amplitudo dikonversi menjadi kode biner yang kemudian dapat diolah oleh sistem digital.
Sebagai ilustrasi sederhana, misalkan digunakan ADC 8-bit dengan rentang tegangan input 0–5 V. ADC ini memiliki 2^8 = 256 level kuantisasi (dari 0 sampai 255). Tegangan 0 V akan direpresentasikan sebagai kode digital 00000000, sedangkan 5 V sebagai 11111111. Jika sinyal analog sesaat bernilai sekitar 2,5 V (mendekati setengah dari skala penuh), maka ADC akan menghasilkan nilai digital kurang lebih di tengah rentang, yaitu sekitar 128 (kode biner 10000000). Nilai digital inilah yang kemudian diproses oleh mikrokontroler untuk keperluan pengukuran, kontrol, logging data, maupun algoritma pemrosesan sinyal.
Beberapa parameter utama yang sering digunakan untuk menilai kinerja ADC antara lain resolusi dan sampling rate. Resolusi menentukan seberapa kecil perubahan sinyal analog yang masih dapat dibedakan oleh ADC. Sampling rate (dalam satuan Hz atau sampel per detik) menggambarkan seberapa sering sinyal analog diambil sampelnya. Kombinasi keduanya sangat menentukan kualitas representasi digital terhadap sinyal analog, termasuk besarnya quantization error dan kemampuan sistem dalam menangkap dinamika sinyal yang berubah cepat.
Dalam implementasinya, terdapat beberapa arsitektur ADC yang umum digunakan, masing-masing dengan keunggulan dan kompromi tersendiri. Successive Approximation Register (SAR) ADC banyak digunakan pada mikrokontroler (seperti Arduino, STM32, dan berbagai family MCU lainnya) karena menawarkan kombinasi yang baik antara kecepatan, akurasi, dan konsumsi daya yang relatif rendah. SAR ADC bekerja dengan melakukan pendekatan bertahap terhadap nilai input melalui komparator dan DAC internal, hingga diperoleh kode digital yang mendekati nilai sinyal analog. Flash ADC merupakan arsitektur yang paling cepat karena menggunakan banyak komparator yang bekerja secara paralel untuk membandingkan sinyal input terhadap serangkaian tegangan referensi. Flash ADC sangat cocok untuk aplikasi berkecepatan tinggi seperti sistem komunikasi high-speed, radar, atau osiloskop digital, namun kekurangannya adalah kompleksitas rangkaian tinggi dan jumlah komparator yang sangat banyak sehingga mahal dan boros daya.
Sementara itu, Dual Slope ADC banyak digunakan pada instrumen ukur seperti multimeter digital. Arsitektur ini memanfaatkan proses integrasi dan de-integrasi sinyal sehingga sangat baik dalam meredam noise dan memberikan akurasi tinggi, meskipun kecepatan konversinya relatif lebih rendah dibanding SAR maupun Flash ADC. Dalam konteks praktis, ADC digunakan untuk membaca keluaran berbagai jenis sensor, seperti sensor suhu, sensor tekanan, sensor cahaya, sensor arus/tegangan, hingga mikrofon yang menghasilkan sinyal analog. Tanpa ADC, seluruh informasi analog dari lingkungan sekitar tidak akan dapat dikonversi menjadi data digital yang dapat diolah lebih lanjut oleh sistem kontrol dan pemrosesan. Oleh karena itu, pemahaman mengenai karakteristik dan jenis ADC sangat penting dalam perancangan sistem instrumentasi, akuisisi data, dan sistem kendali berbasis mikrokontroler maupun prosesor digital.
Digital to Analog Converter (DAC)
Digital to Analog Converter (DAC) merupakan blok rangkaian elektronika yang berfungsi melakukan proses konversi kebalikan dari ADC, yaitu mengubah data digital diskrit menjadi sinyal analog kontinu dalam bentuk tegangan atau arus. Jika ADC berperan membawa informasi dari domain analog ke domain digital, maka DAC berperan sebagai tahap keluaran (output stage) yang mengembalikan hasil pemrosesan digital menjadi sinyal analog yang dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan beban analog seperti speaker, aktuator, driver motor, rangkaian kontrol tegangan, maupun perangkat analog lainnya.
Dalam suatu sistem kendali atau sistem instrumentasi berbasis mikrokontroler dan prosesor, DAC menjadi elemen penting untuk merealisasikan sinyal kendali analog, gelombang referensi, atau sinyal stimulus ke plant/fisik setelah perhitungan dilakukan secara digital. Secara konseptual, cara kerja DAC dapat dijelaskan sebagai proses pemetaan (mapping) dari kode digital. Misalnya 8-bit, 10-bit, 12-bit, hingga 16-bit ke level tegangan atau arus analog yang ekuivalen. Prosesor, mikrokontroler, atau DSP akan mengirimkan data digital dalam bentuk word biner ke input DAC.
Berdasarkan nilai tersebut, DAC menghasilkan level tegangan tertentu pada output. Untuk aplikasi kontrol, tegangan ini dapat berupa sinyal DC yang berubah secara perlahan (misalnya untuk mengatur kecepatan motor DC, posisi servo, atau level tegangan referensi). Untuk aplikasi audio dan pemrosesan sinyal, output DAC biasanya berupa sinyal AC yang berubah cepat terhadap waktu, membentuk gelombang yang merepresentasikan sinyal suara, sinyal komunikasi, atau bentuk gelombang lainnya.
Agar sinyal keluaran menjadi halus dan kontinu, output DAC umumnya melalui rangkaian sample-and-hold dan low-pass filter (rekonstruksi), sehingga transisi antar level digital tidak menimbulkan “tangga” yang terlalu kasar pada domain waktu. Parameter penting pada DAC antara lain resolusi, akurasi, dan waktu settling (settling time). Resolusi DAC dinyatakan dalam jumlah bit yang menentukan banyaknya level keluaran yang dapat dihasilkan, yaitu 2^𝑁 level untuk DAC N-bit. Semakin tinggi resolusi, semakin kecil perubahan tegangan minimum (least significant bit step) yang dapat direalisasikan, sehingga sinyal analog yang dihasilkan menjadi lebih halus dan presisi. Akurasi mencakup deviasi output aktual terhadap nilai ideal yang seharusnya, sedangkan waktu settling menunjukkan seberapa cepat output DAC mencapai nilai stabil setelah terjadi perubahan kode digital pada input.
Pada aplikasi audio dan komunikasi, selain resolusi yang tinggi, linearitas dan rasio signal-to-noise juga menjadi aspek krusial untuk menjaga kualitas sinyal. Dalam implementasinya, terdapat beberapa arsitektur DAC yang umum digunakan. R-2R Ladder DAC memanfaatkan jaringan resistor dengan dua nilai resistansi, yaitu R dan 2R, yang disusun dalam bentuk tangga (ladder). Arsitektur ini relatif sederhana, mudah diintegrasikan dalam IC digital, dan banyak digunakan pada sistem embedded untuk menghasilkan tegangan analog dari keluaran port digital mikrokontroler. Weighted Resistor DAC menggunakan resistor dengan nilai yang berbeda-beda sesuai bobot tiap bit (misalnya R, 2R, 4R, dan seterusnya) untuk merepresentasikan kontribusi tiap bit terhadap nilai tegangan keluaran. Arsitektur ini secara konsep sederhana, namun menuntut presisi tinggi pada nilai resistor, sehingga sensitif terhadap toleransi komponen.
Sementara itu, Sigma-Delta (ΔΣ) DAC banyak digunakan pada aplikasi audio berkualitas tinggi (hi-fi) dan instrumen profesional. DAC jenis ini bekerja dengan prinsip oversampling dan noise shaping, sehingga setelah melalui proses filtering, dapat menghasilkan sinyal analog dengan noise rendah dan resolusi efektif yang tinggi. Secara praktis, DAC banyak dijumpai pada berbagai perangkat seperti sound card, sistem audio digital, smartphone, instrumen musik elektronik, perangkat kontrol industri, hingga peralatan medis dan instrumentasi pengujian.
Pada sistem audio, misalnya, file musik digital dalam format MP3 atau FLAC yang berisi deretan angka hasil kompresi dan pemrosesan digital akan dikirim ke DAC audio. DAC kemudian mengubah deretan angka tersebut menjadi sinyal tegangan analog yang merepresentasikan bentuk gelombang suara, yang selanjutnya diperkuat oleh rangkaian amplifier dan akhirnya dikonversi menjadi energi akustik oleh speaker atau earphone. Pada sistem kendali, DAC digunakan untuk menghasilkan sinyal referensi atau sinyal kontrol analog yang diberikan ke plant, driver motor, atau modul power elektronik. Dengan demikian, DAC berperan sebagai ujung keluaran yang memastikan hasil perhitungan dan algoritma digital dapat diwujudkan kembali dalam bentuk sinyal analog yang dapat berinteraksi langsung dengan dunia fisik.
Penerapan ADC dan DAC pada Perangkat Elektronika
Dalam perangkat elektronika saat ini, blok ADC dan DAC hampir selalu terintegrasi di dalam sistem, meskipun tidak tampak secara eksplisit oleh pengguna. Pada smartphone, misalnya, berbagai fungsi kunci bergantung pada keberadaan konverter ini. Sinyal cahaya yang diterima oleh sensor kamera berupa intensitas optik analog akan dikonversi menjadi data digital melalui ADC, sehingga dapat diproses lebih lanjut untuk pembentukan citra, kompresi, dan penyimpanan. Demikian pula, mikrofon mengubah getaran suara menjadi sinyal tegangan analog, yang kemudian masuk ke rangkaian ADC audio untuk diubah menjadi sampel digital sebelum diproses oleh prosesor untuk keperluan rekaman, panggilan suara, maupun pengolahan audio.
Sebaliknya, ketika perangkat menghasilkan suara, data audio digital (hasil decoding file musik atau sinyal dari aplikasi komunikasi) akan dikirim ke DAC audio, dikonversi menjadi sinyal analog, diperkuat oleh penguat (amplifier), dan akhirnya digunakan untuk menggerakkan speaker atau earphone. Pada komputer, laptop, dan sound card, ADC dan DAC juga berperan sentral. Sound card umumnya mengintegrasikan ADC untuk fungsi input audio (misalnya dari mikrofon atau line-in) dan DAC untuk fungsi output audio (ke speaker/headphone).
Pada ranah mikrokontroler dan sistem embedded, ADC biasanya digunakan untuk membaca keluaran berbagai sensor seperti sensor tegangan, arus, suhu, cahaya, tekanan, maupun sensor posisi, sehingga besarannya dapat diolah secara digital oleh firmware. Di sisi lain, DAC pada sistem embedded digunakan untuk menghasilkan sinyal analog terkontrol, misalnya sebagai sinyal referensi, sinyal kontrol ke aktuator, driver motor, rangkaian analog, atau modul power elektronik, serta pembentukan gelombang (waveform generation) pada aplikasi instrumentasi.
Pada peralatan medis, industri, dan instrumentasi, hampir semua sistem pengukuran dan monitoring seperti alat ukur tekanan darah, EKG, alat ukur getaran, sistem akuisisi data laboratorium, hingga sensor proses industri yang memanfaatkan ADC untuk mengubah sinyal analog sensor menjadi data digital, dan DAC untuk menghasilkan sinyal uji (test signal), sinyal kendali, maupun output analog lainnya.
Dari perspektif arsitektur sistem, gadget modern biasanya ada di dua domain sekaligus, yaitu domain analog (dunia fisik: suara, cahaya, suhu, tekanan, arus, tegangan) dan domain digital (dunia komputasi: data biner yang diolah prosesor). Tanpa keberadaan ADC, perangkat digital tidak akan mampu “mendengar”, “melihat”, atau “merasakan” lingkungan sekitarnya, karena seluruh informasi yang berasal dari sensor tetap berada di domain analog dan tidak pernah dikonversi menjadi data digital yang dapat diproses. Akibatnya, proses seperti pembacaan sensor, perekaman suara, pengukuran tegangan/arus, maupun akuisisi data tidak dapat berjalan secara terintegrasi dengan sistem digital.
Demikian pula tanpa DAC, perangkat tidak memiliki sarana untuk “berkomunikasi kembali” ke dunia analog; hasil pemrosesan digital tidak dapat diwujudkan dalam bentuk sinyal tegangan atau arus yang dapat menggerakkan speaker, aktuator, driver motor, atau perangkat analog lainnya. Dengan demikian, secara konseptual ADC dapat dianalogikan sebagai “masukan (input)” yang memungkinkan sistem digital menangkap informasi dari dunia nyata, sedangkan DAC berperan sebagai “keluaran (output)” yang memungkinkan sistem digital memanifestasikan hasil perhitungannya kembali ke domain fisik.
Keduanya menjadi komponen kunci dalam membangun komunikasi dua arah antara dunia analog dan “otak digital” di dalam gadget, sehingga konsep sistem cerdas, kendali digital, instrumentasi modern, dan perangkat pintar yang kita gunakan sehari-hari dapat terwujud secara fungsional.
Simpulan ringkas
| Aspek | ADC (Analog to Digital Converter) | DAC (Digital to Analog Converter) |
|---|---|---|
| Fungsi utama | Mengubah sinyal analog menjadi digital | Mengubah sinyal digital menjadi analog |
| Arah konversi | Analog → Digital | Digital → Analog |
| Aplikasi umum | Sensor analog → Mikrokontroler | Mikrokontroler → Aktuator/Speaker |
| Komponen umum | SAR, Flash, Dual Slope | R-2R, Weighted Resistor, Sigma-Delta |


